KUHP Indonesia hanya merumuskan kekerasan sebagai perbuatan membuat orang
pingsan atau tidak berdaya (pasal 89). Jelaslah bahwa perumusan ini membatasi
perilaku kekerasan pada perilaku fisik belaka, padahal bila di lihat dari kenyataan
di dalam masyarakat tindak kekerasan dapat meliputi: (a) fisik; (b) seksual; (c)
psikologis; (d) politis; dan (e) ekonomi. Selanjutnya KUHP merumuskan beberapa tingkah laku kekerasan yang korbannya
adalah perempuan dan anak, seperti: (a) pornografi (Pasal 282); (b) pemerkosaan
(Pasal 285); (c) perbuatan cabul (Pasal 290); (d) perdagangan wanita (Pasal
297); (e) penculikan (Pasal 328); (f) penganiayaan (Pasal 351); (g) pembunuhan
(Pasal 338) dan; (h) perampokan (Pasal 363).
KUHP terdapat ketentuan mengenai perbuatan yang melanggar
kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji yang terjadi di lingkungan nafsu
birahi. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 281 berbunyi:
1. Barangsiapa
dngan sengaja merusak kesopanan di muka umum.
2. Barangsiapa
dengan sengaja merusak kesopanan di muka orang lain yang kehadirannya di sana
tidak dengan kemauannya sendiri.
Pengertian “kesopanan” pada pasal ini adalah dalam arti kata “kesusilaan”, perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada, meraba kemaluan, memperlihatkan anggota kemaluan, mencium dan lain sebagainya.
Negara-negara di dunia menggunakan strategi penanggulangan kekerasan terhadap wanita atau strategi perlindungan bagi wanita terhadap kekerasan sebagai berikut:
1. Peningkatan kesadaran wanita terhadap hak dan
kewajibannya di dalam hukum melalui latihan dan penyuluhan (legal training).
Pendidikan sebagai sarana pemberdayaan
wanita dilakukan dalam tema yang universal (universal education for woman).
2. Peningkatan
kesadaran masyarakat (public awareness) betapa pentingnya usaha untuk mengatasi
terjadinya kekerasan terhadap wanita, baik dalam konteks individual, social
maupun institusional.
3. Mengingat
masalah kekerasan terhadap wanita sudah merupakan masalah global, maka perlu
koordinasi antar negara untuk melakukan kerjasama penaggulangan.
4. Meningkatkan
kesadaran para penegak hukum, agar bertindak cepat dalam mengatasi kekerasan
tarhadap wanita, dalam satu semangat bahwa masalahnya telah bergeser menjadi
masalah global (police sensitization).
5. Peningkatan
bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan (support and
counselling).
6. Peningkatan
kesadaran masyarakat secara nasional dengan kampanye yang sistematis dengan
didukung jaringan yang mantap (national public awareness campaigns and
networking).
7. Meningkatkan
peranan media massa.
8. Perbaikan
sistem peradilan pidana, dimulai dari pembaharuan hukum yang kondusif terhadap
terjadinya kekerasan.
9. Pembaharuan
sistem pelayanan kesehatan yang kondusif untuk penanggulangan kekerasan
terhadap wanita.
10.
Secara
terpadu meningkatkan program pembinaan korban dan pelaku.
Setiap orang yang
mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan wajib mencegah, memberikan perlindungan pada korban, memberikan pertolongan darurat
dan membantu proses pengajuan permohonan perlindungan. Negara bersama
masyarakat harus bekerjasama dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya
kekerasan terhadap wanita.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mempunyai tugas atau kewajiban sebagai layanan yang memberikan perlindungan serta pendampingan bagi perempuan yang mengalami kekerasan. Oleh karena itu, kita harus selalu berjaga-jaga atas hal-hal yang memungkinkan dapat terjadi kapan saja, kita bisa menghubungi Kemen PPPA melalui SAPA 129 atau hotline Whatsapp 0821112912 selain itu kita dapat membuat pengaduan secara online melalui https://pengaduan.komnasham.go.id/home/pengaduan-online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar